Indonesia Bangsa Maling

Tersinggung? Jujur saya pun tersinggung dengan judul ini. Tapi, bagaimana lagi jika kita terus menerus disajikan dengan berita-berita miris tentang orang-orang Indonesia yang silih berganti mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan cara ilegal. Sejak empat tahun terakhir, kita semakin sering disuguhi dengan berita-berita terkuaknya kasus white collar crime yang dilakukan oleh para petinggi negara. Kasus […]

Catatan Harian

Tersinggung? Jujur saya pun tersinggung dengan judul ini. Tapi, bagaimana lagi jika kita terus menerus disajikan dengan berita-berita miris tentang orang-orang Indonesia yang silih berganti mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan cara ilegal.

Sejak empat tahun terakhir, kita semakin sering disuguhi dengan berita-berita terkuaknya kasus white collar crime yang dilakukan oleh para petinggi negara. Kasus korupsi, kongkalikong, dan surat sakti adalah sebuah rahasia umum di era orde baru, yang pada pemerintahan kali ini mulai diberantas satu per satu. Terlepas dari berhasilnya pemberantasan kasus korupsi, negara kita pernah menyandang gelar tidak terhormat sebagai negara dengan indeks korupsi tertinggi di Asia Tenggara. Mengenaskan.

Di jagad maya, Indonesia pernah terkenal dengan sarangnya carder alias maling kartu kredit yang kerap meresahkan para pemilik kartu kredit dan juga pemilik situs jualan online. Dengan kepandaian yang disalahgunakan, orang-orang ini dapat dengan santai membelanjakan uang orang lain untuk barang-barang yang bernilai wah. Sebut saja mesin motor gede Harley Davidson, atau satu kontainer notebook high-end yang tentu tidak mampu terbeli oleh kocek mahasiswa kost-kostan. Fenomena ini kemudian berdampak pada dimasukannya Indonesia ke dalam black list negara dengan kejahatan e-commerce yang tinggi. Layanan internasional seperti PayPal serta merta menutup servisnya di Indonesia. Beberapa situs toko online memblokir permintaan pembelian yang berasal dari Indonesia atau pengiriman barangnya ditujukan ke Indonesia.

Dua hal di atas adalah contoh ‘prestasi’ bangsa kita sebagai maling.

Jembatan Suramadu

Beberapa hari setelah presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan mega proyek ambisius jembatan Suramadu pada 10 Juni 2009, terkuaklah berita miris tentang hilangnya beberapa (atau malah banyak) baut pengencang rambu-rambu lalu lintas di jembatan sepanjang 5 kilometer itu. Saya merasa bahwa pidato kebanggaan presiden yang menyanjung putra-putri terbaik Indonesia tersebut, rusak oleh segelintir tangan-tangan jahil yang terlalu kreatif namun keblinger.

Pencurian baut rambu-rambu lalulintas jembatan Suramadu adalah contoh kecil dari sekian banyak kasus yang sama dalam pencurian fasilitas negara. Para pencuri ini adalah koruptor kelas tai tikus. Sama seperti para pencuri besi rel kereta api, pencuri kabel listrik PLN, dan pengutil pagar-pagar besi taman kota.

Kita bisa melihat bahwa pencurian tersebut tidak hanya merugikan negara secara materiil, namun juga bisa memunculkan potensi kerugian yang berdampak langsung kepada rakyat sekelas mereka. Bayangkan, jika rambu-rambu tersebut tidak memiliki baut, maka seketika ia bisa terlempar oleh angin dan menimpa pengendara sepeda motor yang tengah melintas di sekitarnya. Kereta api yang tengah melaju akan terlempar keluar dari jalur sebab besi tempat berjalannya telah berpindah entah kemana. Mereka tidak berpikir, bahwa bisa saja pengendara motor nahas itu adalah paman mereka, dan penumpang yang berada dalam kereta api yang terguling adalah ibu mereka. Apakah mereka sempat berpikir? Tidak.

Ada banyak motif yang melatarbelakangi seseorang menjadi maling. Bagi mereka yang menyebut diri mereka miskin, mereka menyalahkan nasib mereka yang kurang beruntung dan merasa tertindas orang yang lebih berkuasa, sehingga melegitimasi bahwa tindakan pencurian mereka adalah benar. Mencuri itu halal jika kepepet.

Pencuri juga bisa timbul dari efek pencontohan. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. « Lah, yang di atas aja boleh ngambil duit negara bermilyar-milyar, masak saya ndak boleh ngambil baut jembatan barang sekarung aja? ». Nah, kalau yang ini pencuri goblok yang tidak kreatif. Blass, kata orang Jawa. Bisanya cuma mencontoh orang lain, mencontek, melakukan sesuatu karena orang lain juga melakukannya. Saya mencuri karena dia mencuri.

Lain lagi cerita dari maling intelek pencuri kartu kredit. Ada sebuah pembelaan yang pernah saya dengar bahwa mereka bukanlah maling melainkan pahlawan. Mereka menyamakan diri mereka serupa Robin Hood yang merampas harta dari kapitalis Amerika. Hanya untuk memberikan sekedar pelajaran kepada rakyat negara adidaya tersebut.

Tapi, hellooo… Bukankah kita semua sepakat bahwa semua tindakan mengambil hak orang lain tanpa izin adalah tidakan pencurian? Apapun alasannya, mencuri adalah hal yang tidak dapat dibenarkan dari segala sudut pandang, tanpa terkecuali. Bahkan dari sisi agama. Namun, apakah ada yang tahu jikalau para pencuri tersebut beragama?

Motif mencuri semata-mata masalah akhlak. Sebesar apapun harta kekayaan maupun kepintaran seseorang jika tidak memiliki akhlak yang baik, tentu cerita tentang kasus-kasus seperti ini akan terus terulang. Dan Indonesia akan mendapat predikat bangsa maling di masa depan. Saya tidak ingin disebut sebagai warga negara bangsa maling. Anda?