Baru saja pulang dari mengantri premium yang terjadi bukan karena kesengajaan. Tidak sengaja sebab bensin di mobil memang sudah menipis. Tidak sengaja pula sebab memang saya tidak tahu bahwa ternyata malam ini adalah malam terakhir premium dapat ditebus dengan harga empatribu limaratus perak per liternya. Esok pagi, serta merta ia akan berubah menjadi enamribu rupiah per liter.
Ini inflasi! Ya, inflasi memang kenyataan semenjak mata uang yang kita pegang terus saja menurun daya tukarnya terhadap barang-barang. Ingat soal bensin, teringat pula masa lima tahun yang lalu ketika uang limaribu rupiah dapat memenuhi tangki bensin sepeda motor Honda Grand. Itupun meluber sebab idealnya adalah empatribu limaratus.
Hari ini, apa yang bisa kita dapatkan dengan uang limaribu? Hmm… Selain satu liter bensin, tentunya masih ada yang mampu didapat dengan nominal itu. Saya biasa bersarapan pagi di warung yang juga menjual bensin eceran di Condongcatur: sepiring nasi putih dengan sayur oseng kacang panjang dan lauk telur dadar. Semuanya seharga duaribu rupiah. Dengan limaribu rupiah, itu berarti dua kali sarapan pagi. Saya tak tahu esok pagi apakah duaribu masih cukup untuk menebus sepiring nasi telur saya, namun yang jelas harga dagangan bensinnya turut naik.
Sore hari, kami sekantor biasa mengemil gorengan yang dijual ibu warung sebelah kantor. Dengan limaribu rupiah, saya akan mendapatkan sebuah paket gorengan berisi delapan buah item yang terdiri atas pisang, tempe, tahu, bakwan, atau tape. Saya tak tahu apakah esok hari paket tersebut masih berjumlah delapan buah.
Semua memang harus naik dan nampaknya tidak pernah akan turun. Dahulu sewaktu kecil saya selalu berlogika jika mendengar pengumuman di Berita Malam TVRI tentang kenaikan harga BBM. Jika ada penaikan harga bensin, pasti ada penurunan. Saya menunggu hari demi hari, hingga berita tentang kenaikan harga BBM berikutnya kembali disiarkan oleh Usi Karundeng. Rupanya saya bersandar pada logika yang salah. Tak pernah ada penurunan, daniy!
Ada! Penurunan itu ada. Di saat harga barang-barang terus membubung, ada hal yang terhempas turun: nilai mata uang. Kata ibu Suratmi guru saya kelas enam SD berkata: itu namanya inflasi.
Inflasi adalah ketika uang limaribumu tak lagi mampu membeli seliter bensin.
Inflasi adalah ketika uang limaribumu tak lagi setara dengan sepiring nasi telur
Inflasi adalah ketika uang limaribumu tak dapat ditukar lagi dengan delapan buah gorengan.
Inflasi adalah ketika uang limaribumu hanya berarti sebagai selembar kertas bercetak angka limaribu di keempat sisi yang kamu bisa laminasi dengan biaya sepuluhribu.
Inflasi itu ada, Daniy!